Menjelang tanggal 9April2014 kemarin, dimana-mana sudah banyak spanduk caleg yang terpampang. Kampanye pun marak dilaksanakan oleh setiap caleg. Bahkan, politik uang pun mereka halalkan demi mendapat perolehan suara terbanyak dalam pemilu legislatif tgl9 itu. Politik uang sendiri adalah kegiatan membagikan uang agar masyarakat memilih nama mereka atau partai yang mereka ikuti. Hal tersebut merupakan pelanggaran dalam kampanye. Namun, hal tersebut seperti sudah mendarah daging di kepribadian masyarakat indonesia.
Politik uang sebenarnya akan menyebabkan nilai-nilai demokrasi luntur.
Oleh karenanya, jangan sampai ada pihak yang seolah-olah mendukung
politik uang ini. Politik uang harus tidak ada. Kalau masih terjadi dan
sulit diberantas, maka perlu adanya pengaturan secara rinci melalui
undang-undang.
Seperti isu yang terjadi baru-baru ini, pada acara
kampanye Hanura beberapa waktu yang lalu (walau belum tentu dilakukan
oleh pihak Hanura atau tanpa sepengetahuan pimpinan Hanura) berupa
pemberian uang bensin atau sebagai ganti uang transport simpatisan yang
hadir pada acara kampanye tersebut. Kejadian seperti ini dapat memancing
pihak lain untuk melakukan hal serupa. Apabila tidak dibendung dengan
sebuah kesepakatan bersama atau dengan perincian undang-undang, maka
akan "bergerak" menjadi "liar". Ini berbahaya. Maka pihak yang berwenang
perlu mencari inisiatif untuk menangani masalah ini. Misalnya dengan
suatu pengaturan tertentu. Hingga pemilu saat ini, pihak yang kontra
terhadap politik uang masih kesulitan untuk "menghalaunya".
Dari terjadinya politik uang di kawasan masyarakat tertentu dalam hal
keterlaksanaannya dapat dibagi menjadi tiga: Pertama; penerima bersedia
menerima pemberian sekaligus bersedia memilih caleg pemberi. Kedua;
penerima bersedia menerima pemberian tetapi tidak bersedia memilih caleg
pemberi. Ketiga; penerima tidak bersedia menerima pemberian dari caleg.